/*********************************************** * Scroll To Top Control script- © Dynamic Drive DHTML code library (www.dynamicdrive.com) * Advanced modification by buka-rahasia.blogspot.com * This notice MUST stay intact for legal use * Visit Project Page at http://www.dynamicdrive.com for full source code ***********************************************/ var scrolltotop={ setting: {startline:100, scrollto: 0, scrollduration:1000, fadeduration:[500, 200]}, controlHTML: '', controlattrs: {offsetx:5, offsety:5}, anchorkeyword: '#top', state: {isvisible:false, shouldvisible:false}, scrollup:function(){ if (!this.cssfixedsupport) this.$control.css({opacity:0}) var dest=isNaN(this.setting.scrollto)? this.setting.scrollto : parseInt(this.setting.scrollto) if (typeof dest=="string" && jQuery('#'+dest).length==1) dest=jQuery('#'+dest).offset().top else dest=0 this.$body.animate({scrollTop: dest}, this.setting.scrollduration); }, keepfixed:function(){ var $window=jQuery(window) var controlx=$window.scrollLeft() + $window.width() - this.$control.width() - this.controlattrs.offsetx var controly=$window.scrollTop() + $window.height() - this.$control.height() - this.controlattrs.offsety this.$control.css({left:controlx+'px', top:controly+'px'}) }, togglecontrol:function(){ var scrolltop=jQuery(window).scrollTop() if (!this.cssfixedsupport) this.keepfixed() this.state.shouldvisible=(scrolltop>=this.setting.startline)? true : false if (this.state.shouldvisible && !this.state.isvisible){ this.$control.stop().animate({opacity:1}, this.setting.fadeduration[0]) this.state.isvisible=true } else if (this.state.shouldvisible==false && this.state.isvisible){ this.$control.stop().animate({opacity:0}, this.setting.fadeduration[1]) this.state.isvisible=false } }, init:function(){ jQuery(document).ready(function($){ var mainobj=scrolltotop var iebrws=document.all mainobj.cssfixedsupport=!iebrws || iebrws && document.compatMode=="CSS1Compat" && window.XMLHttpRequest //not IE or IE7+ browsers in standards mode mainobj.$body=(window.opera)? (document.compatMode=="CSS1Compat"? $('html') : $('body')) : $('html,body') mainobj.$control=$('
'+mainobj.controlHTML+'
') .css({position:mainobj.cssfixedsupport? 'fixed' : 'absolute', bottom:mainobj.controlattrs.offsety, right:mainobj.controlattrs.offsetx, opacity:0, cursor:'pointer'}) .attr({title:'Scroll Back to Top'}) .click(function(){mainobj.scrollup(); return false}) .appendTo('body') if (document.all && !window.XMLHttpRequest && mainobj.$control.text()!='') //khusus versi IE6 ke bawah untuk loose check, juga untuk melihat apakah control mengandung teks mainobj.$control.css({width:mainobj.$control.width()}) //IE6- perlu diset witdh yang jelas agar kontainer text terbentuk dengan rapi mainobj.togglecontrol() $('a[href="' + mainobj.anchorkeyword +'"]').click(function(){ mainobj.scrollup() return false }) $(window).bind('scroll resize', function(e){ mainobj.togglecontrol() }) }) } } scrolltotop.init()

Sunday, June 5, 2016

KESIAPAN PASAR TEMBAKAU INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)

KESIAPAN PASAR TEMBAKAU INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN)
MAKALAH




Penyusun:
NAMA: FAIZURROHMAN
NIM: 241.14.04354


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI GICI BUSINESS SCHOOL
Graha Sucofindo Cibitung
, Jl. Arteri Tol Cibitung No. 1
, Call: 02188339641, 88339642, 082817067060, 082817067061

Email :bekasi@gicibusinessschool.ac.id

2015




KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
            Puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya terhadap Penulis sehingga Makalah dengan judul: Kesiapan Pasar Tembakau Indonesia dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam, semoga dilimpahcurahkan kepada Junjungan Alam, habiibana wa maulana wa nabiyyana Wa Rasulana Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang telah membawa manusia dari zaman kejahiliahan ke dalam zaman yang penuh dengan cahaya keislaman yang terang benderang seperti sekarang ini, hingga akhir zaman.
Pada kesempatan yang berbahagia kali ini, izinkan Penulis mengucapkan rasa terimakasih Penulis yang tak terhingga kepada.
1.   Rektor Gici Business School
2.   Dekan/PenasehatAkademik
3.   Dosen Pengampu Mata Kuliah
4.   Komunitas Kretek
5.   Pihak keluarga beserta rekan-rekan civitas akademika
6.   Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Tak ada Gading yang tak Retak demikian kata pepatah dan tiada satupun yang sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik secara teknik penulisan, penggunaan ejaan dan tanda baca, penggunaan tata bahasa, diksi, maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan penulisan makalah yang seharusnya. Maka dengan segala keterbatasan yang Penulis miliki, sudilah kiranya para pembaca memberikan kritik-kritik serta saran-saran yang membangun, demi perbaikan-perbaikan yang harus Penulis lakukan di kemudian hari.
Demikianlah, makalah ini tersaji. Semoga dapat menjadi bahan rujukan, renungan, atau setidaknya sebagai bahan bacaan ringan bagi siapapun yang ingin mengetahui permasalahan serta tantangan yang terjadi pada pasar tembakau Indonesia pada umumnya atau bagi hal-hal yang pada khususnya dibahas dalam topik dari makalah sederhana ini. Akhirulkalam, semoga bermanfaat.
Wassalaamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.



Bekasi, 24 Maret 2015

                                                                                               

                                                                                                                  Faizurrohman,




DAFTAR ISI


Halaman
SAMPUL                                                                                                        -
KATA PENGANTAR                                                                                    i
DAFTAR ISI                                                                                                iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                               1
1.1    Latar Belakang Masalah                                                      1
1.2    Rumusan Masalah                                                                 5
1.3    Tujuan dan Kegunaan Penelitian                                       7         
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN                                                         9
2.1    Pengendalian Pemerintah atas Distribusi Tembakau     9
2.2    Kesiapan Petani Tembakau Memasuki Era MEA
Tahun 2015                                                                             17
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN                                                        23
3.1    Kesimpulan                                                                            23
3.2    Saran                                                                                       24
DAFTAR PUSTAKA                                                                                    25




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Ketergantungan impor merupakan permasalahan yang berulang setiap tahun. Sangat ironis sebagai negara agraris yang berkelimpahan sumber daya alam, Indonesia harus mengimpor 29 komoditas pangan (BPS, 2013). Ke-29 komoditas tersebut adalah beras, jagung, kedelai, biji gandum dan mesin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sejenis lembu, jenis lembu, daging ayam, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, lada, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, cabai kering, cabai awet, tembakau, ubi kayu, kentang. Sebagian pangan yang diimpor tersebut justru bisa dihasilkan di negeri sendiri. Tidak masuk akal garam juga diimpor di Indonesia, negara maritim dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia2. Terlebih lagi sejak 2010 Indonesia sudah menghadapi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dan akan ditetapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015, berarti akan semakin banyak produk pertanian dari luar negeri termasuk ASEAN dan China yang masuk ke Indonesia.
Idealnya, impor yang dilakukan pemerintah disebabkan karena kekurangan produksi dalam negeri. Namun yang terjadi di negeri ini, Bulog selalu kekurangan kebutuhan beras ketika masa panen raya. Konon, masalah berulang tiap tahun inilah yang terus menjadi alasan pemerintah dalam melakukan impor. Impor pangan secara langsung berdampak pada pasokan dan harga yang terjaga hingga mempengaruhi rendahnya inflasi. Tulisan ini tidak menganalisa hubungan inflasi tersebut, namun menekankan pada permasalahan penurunan produktivitas pertanian dan langkah tindak lanjutnya.
Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha serta mengisi dan memperluas pasar baik dalam negeri maupun pasar luar negeri. Produk holtikultura tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat-obatan ditumbuhkembangkan agar mampu mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri termasuk agroindustri. Pengembangan tanaman holtikultura merupakan salah satu alternative penganekaragaman bahan pangan. Tanaman holtikultura disebut sebagai komoditi masa depan yang menjanjikan berbagai keuntungan. Salah satu tanaman holtikultura yang memiliki nilai komersial adalah tanaman tembakau. Umumnya tembakau cocok ditanam di daerah yang beriklim panas atau sedang sehingga dapat menghasilkan jenis-jenis tembakau yang istemewa dengan keadaan setempat. Meskipun tembakau termasuk tropis, daerah penanamannya sangat luas, mulai dari daerah panas seperti Indonesia, sampai daerah yang beriklim dingin seperti Norwegia. Tembakau juga merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Permintaan terhadap tembakau baik dalam negeri maupun di pasaran ekspor. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui biaya, penerimaan dan pendapatan petani di daerah penelitian, efisiensi dari usahatani serta kendala-kendala yang dihadapi dalam mengusahakan tanaman tembakau.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Desa Kali Anget, Situbondo, didapat bahwa rata-rata per Kg tembakau di daerah penelitian adalah sebesar Rp.10.000,00 dengan rata-rata produksi per hektar 1348,18 Kg, sehingga dalam setiap hektarnya akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 13.481.818 dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.5.939.566. Jadi dapat dihitung pendapatan bersih petani tambakau di Desa Kali Anget dalam setiap hektarnya yaitu Rp. 7.542.252. Perhitungan efisiensi pada penelitian ini yaitu 2,3 yang menunjukkan bahwa segi tanaman tambakau di Desa Kali Anget Kecamatan Banyu Glugur Kabupaten Situbondo dapat dikatakan efisien. Sehingga setiap mengeluarkan biaya sebesar 1 kali maka akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,3 kali, jadi jika mengeluarkan biaya sebesar Rp.1000.000 maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.2.300.000. Untuk mengetahui apakah benar-benar sudah efisien bagi petani untuk mengusahakan tanaman tembakau, maka dapat kita uji dengan memakai uji hitung diperoleh hasil 4,3 yang lebih besar dari tabel 2,776 yang berarti bahwa usahatani tembakau di Desa Kali Anget Kecamatan Banyu Glugur Kabupaten Situbondo efisien untuk diusahakan.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengusahakan tanaman tambakau di Desa Kali Anget yang pertama adalah cuaca, kekurangan cuaca pada tanaman tembakau khususnya pada musim penghujan sangat berpengaruh tinggi dikarenakan tanaman tembakau susunan butir tanah akan menjadi jelek dan akan memperbanyak penyakit pada tanaman tembakau, sedangkan apabila pada musim kering yang panjang pertumbuhan tanaman tembakau akan mengalami kelambatan dan hasil persatuan luas akan sangat merosot. Jadi keadaan yang sangat basah dan kering, kedua-duanya dapat menyebabkan merosotnya hasil persatuan luas dan kualitas daun tembakau. Yang kedua adalah hama dan penyakit sangat berpengaruh tinggi juga terhadap tanaman tembakau, karena apabila tanaman tembakau terserang hama dan penyakit akan memepengaruhi hasil panen tanaman tembakau.
Produksi tembakau secara nasional terus menurun beberapa tahun terakhir. Kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh aksesi Framework Convention on Tobacco (FCTC) dan penyusutan lahan tanaman tembakau. Kerangka kerja pengendalian tembakau melalui FCTC ini mendorong negara-negara yang menjadi anggotanya untuk mengganti penanaman tembakau dengan tanaman lain.
‘’Pada pemerintahan SBY konsisten menolak aksesi FCTC itu, maka kami berharap pada pemerintahan Jokowi juga melakukan hal yang sama secara objektif dan bijaksana,’’kata Ketua DewanPimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soesenosaat ditemui di Musda II DPDAPTI Jateng di LPMP Jateng,Rabu (4/2).
Menurut Soeseno, upaya penolakan itu untuk mempertahankan tembakau sebagai komoditas strategis perkebunan dan industri tembakau. Sebab, tembakau merupakan salah satu industri prioritas nasional. Namun faktor lain juga mengakibatkan produksi tembakau secara nasional menurun.
Berdasarkan data APTI Pusat, konsumsi rokok secara nasional sebanyak 330 miliar. Untuk memenuhi itu dibutuhkan 330 ribu ton tembakau per tahun. Padahal produksi tanaman yang panen sekali setahun itu terakhir hanya sekitar 187 ribu ton dari area seluas 267 hektare. Produksi Rendah‘’ Jelas dari data itu tercermin produksi kita termasuk rendah. Padahal pabrikan rokok butuh pasokan dari petani tembakau di seluruh Indonesia,’’ katanya.
Sementara itu, produksi tembakau di wilayah Jateng juga terus menurun. Selama tiga tahun terakhir, jumlah tembakau anjlok seiring dengan penyusutan lahan. ‘’Tahun 2011 luas area perkebunan tembakau di Jateng 45.932 hektare dengan produksi 39.411ton. Akan tetapi pada 2012 luas lahan menurun menjadi 43.734 hektare dengan produksi mencapai 30.078 ton. Kemudian tahun 2013 produksinya makin turun hingga 27.847 ton dari lahan seluas 41.800 hektare,’’ jelas Ketua DPD APTI Jateng, Triyono.
Menurut Triyono, hasil itu dari beberapa daerah yang melakukan panen tembakau seperti Temanggung, Demak, Grobogan, Klaten, dan Magelang.‘’ Penurunan ini salah satunya karena anomali cuaca karena kami tidak bisa memprediksi faktor itu. Akan tetapi, jika lahan tembakau ditanami tanaman tumpang sari malah kurang berkualitas apabila kembali ditanami tembakau menjadi kurang bagus,’’ Tandasnya.(K3-69).

1.2  Rumusan Masalah
Sesuai dengan Undang-Undang kesehatan pasal 113 ayat 2 yang menjelaskan bahwa tembakau dan produk yang mengandung tembakau merupakan zat adiktif yang dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Dan pemerintah memiliki peran mengatur atau melakukan pengendalian atas distribusi tembakau di pasar.
Pemerintah melakukan pengendalian atas distribusi tembakau dengan cara menetapkan tarif cukai untuk tembakau dan membebankan Pajak Pertambahan Nilai. Cara tersebut merupakan cara yang paling efektif yang dapat dilakukan oleh pemerintah (Chaloupka, dkk., 2010). Tarif cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan dikenankan berdasarkan Harga Jual Eceran dari masing-masing produk rokoknya. Perusahaan rokok membebankan cukai dan PPN yang terhutang kepada konsumen yaitu dengan memasukan cukai dan PPN kedalam perhitungan harga.
Sesuai dengan hukum permintaan, harga akan mempengaruhi permintaan barang tersebut, yang nantinya dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan dengan berkurangnya permintaan akan produk rokok maka perusahaan akan mengurangi jumlah produksi mereka. Akan tetapi harga produk rokok, pendapatan penjualan dan volume produksi tidak hanya dipengaruhi oleh cukai dan PPN, banyak faktor yang lain yang dapat mempengaruhi akan besarnya harga produk rokok, pendapatan penjualan, dan volume produksi. Dengan rumusan masalah tersebut maka timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.   Apakah pengendalian tembakau atas distribusi tembakau dengan cara penetapan tarif cukai tembakau berpengaruh terhadap harga rokok per unit, pendapatan penjualan, dan volume produksi?
2.   Apakah besarnya PPN berpengaruh terhadap harga rokok per unit, pendapatan penjualan, dan volume produksi secara nasional dalam hal kesiapan petani tembakau pada era MEA tahun 2015 ini?
3.   Apakah masyarakat pertembakauan Indonesia benar-benar telah siap memasuki era MEA?

1.3  Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai ialah :
1.   Untuk menguji pengendalian tembakau atas distribusi tembakau dengan cara penetapan tarif cukai tembakau berpengaruh terhadap harga rokok per unit, pendapatan penjualan, dan volume produksi.
2.   Untuk menguji besarnya PPN berpengaruh terhadap harga rokok per unit, pendapatan penjualan, dan volume produksi secara nasional dalam hal kesiapan petani tembakau pada era MEA tahun 2015 ini.
3.   Untuk menguji pengaruh harga rokok per unit, pendapatan penjualan, dan volume produksi secara nasional dalam hal kesiapan petani tembakau pada era MEA tahun 2015 ini.Dengan tujuan-tujuan tersebut hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai aspek, baik itu aspek teoritis maupun aspek praktis. Kegunaan dari penilitian ini ialah sebagai berikut :
1.   Bagi Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama.
2.   Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kesiapan masyarakat pertembakauan Indonesia dalam menghadapi MEA.
3.   Bagi Mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan pengetahuan yang tidak diterima di bangku perkuliahan.


BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1  Pengendalian Pemerintah atas Distribusi Tembakau
 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat mematikan industri tembakau yang merupakan penyumbang devisa besar bagi negara. Disisi lain merokok menimbulkan beban biaya kesehatan yang tinggi.
 RPP yang menuai kontro­versi tersebut adalah Pasal 113 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kese­hatan. Sebab, secara tak lang­sung ayat ini memojokkan tem­bakau. Tembakau yang oleh agama dinyatakan halal, dalam UU Keseha­tan dinyat­akan dila­rang untuk dikonsum­si dalam ben­tuk olahan apa pun.
Bunyi pasal tersebut adalah: "Zat adiktif seba­gaimana dimaksud pada Ayat 1 me­liputi tembakau, produk yang men­gandung tembakau, pa­dat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggu­naannya dapat menimbul­kan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya. Produksi, peredaran, dan peng­gunaan bahan yang mengand­ung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditetapkan."
Menkes menegaskan bahwa di dalam RPP tersebut, pemer­intah tidak melarang petani un­tuk menanam tembakau dan tidak melarang pabrik rokok un­tuk memproduksi rokok. Menu­rut Menkes, RPP tembakau merupakan suatu upaya untuk melindungi masyarakat dengan mengatur zat adiktif di dalam rokok, yang jelas merugikan kesehatan masyarakat.
Namun RPP tembakau terse­but mendapat penolakan petani tembakau. Mereka berkali-ka­li menggelar unjuk rasa meno­laknya karena dinilai mengan­cam mata pencaharian 2,1 juta petani tembakau.
Menurut perwakilan dari masyarakat petani tembakau di daerah Kedu (Jawa Tengah), jika RPP tembakau nantinya disah­kan, tentu saja akan ada ben­tuk “pengendalian” pada in­dustri rokok. Yang sebenarnya paling dikhawatirkan adalah pengendalian semacam itu kar­ena pasti akan banyak pihak-pihak berkepentingan yang ikut masuk terutama aparat-aparat yang bertugas. Mungkin aparat tidak akan langsung ke petani karena petani adalah massa dalam jumlah banyak, namun yang paling lemah adalah pen­gusaha pembeli produk tem­bakau petani. Jika hal seper­ti itu terjadi maka orang-orang akan malas untuk berusaha di bidang itu, kalau sudah malas, petani menanam tembakau tapi tidak ada yang beli, dan akh­irnya industri akan mati. Inilah fakta yang mungkin terjadi dan harus disadari oleh pemerintah dan perancang per­aturan pemerintah tersebut.
Menurut The President Post, “industri rokok adalah satu-satunya industri yang te­lah mandiri jika dibandingkan dengan industri lain seperti oto­motif yang mesinnya masih dari Jepang dan Korea, industri tek­stil yang bahan bakunya masih dari India, dll.”[1]
                                                                    
Dalam hal ini berarti bahwa tembakau merupakan salah satu produk agroindustri yang paling siap dalam menghadapi era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku akhir 2015. Namun demikian, Harian Suara Merdeka menyebutkan bahwa “Produksi tembakau secara nasional terus menurun beberapa tahun terakhir. Kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh aksesi Framework Convention on Tobacco (FCTC) dan penyusutan lahan tanaman tembakau.”[2]
Selanjutnya, yang perlu dilihat adalah regulasi dan kebijakan pemerintah terkait soal rokok yang terkesan diskriminatif. Sampai sekarang Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control, FCTC) sebagai payung hukum untuk pengendalian peredaran rokok di tataran global.[3]
Di samping itu, pada bulan Maret 2005, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Eddy Abdurrahman membeberkan fakta bahwa produk-produk  rokok palsu asal Cina telah masuk ke Indonesia.[4] Diduga praktik tersebut sudah berjalan lama dan negara dirugikan sekitar Rp 150 miliar per tahun. Fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia memang merupakan lahan subur bagi pasar produk rokok dunia. Selain itu, rokok kretek juga bisa mengancam eksistensi rokok konvensional (rokok putih) di belahan dunia lain. Tidak mengherankan jika Amerika Serikat, misalnya, mengeluarkan Undang-Undang Pengendalian Tembakau pada September 2009. Isinya adalah larangan bagi semua jenis rokok yang mengandung zat adiktif berbahan alami, tumbuh-tumbuhan, dan rempah-rempah yang menimbulkan rasa atau aroma tertentu seperti cengkeh, vanila, dan ceri.[5]
Undang-Undang tersebut tentu saja membuat rokok kretek Indonesia tidak bisa masuk ke pasar Amerika Serikat, yang berpengaruh terhadap penurunan produksi tembakau nasional yang terus menurun. Lebih daripada itu, kampanye intensif dan ekstensif mengenai bahaya rokok kretek bagi kesehatan dibandingkan dengan rokok putih juga tidak pernah berhenti. Inilah perang persepsi yang digelorakan secara akbar oleh para pemain rokok global. Tujuannya jelas, yaitu mencengkram pemahaman masyarakat mengenai bahaya rokok, utamanya rokok kretek. Sedangkan tujuan antaranya, seperti dinyatakan oleh ekonom Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir ketika menjadi saksi ahli dalam persidangan uji materi Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan di Mahkamah Konstitusi, adalah agar secara perlahan rokok putih mengambil alih pasar di Indonesia.[6]
Bangunan stigma negatif mengenai kretek tersebut diharapkan melembaga di ranah publik sehingga menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, stigma itu akan mengamankan pasar domestik rokok putih dari serbuan rokok kretek, dan di sisi lain industri rokok kretek nasional secara perlahan akan terbunuh manakala perang persepsi telah mereka menangkan. Dengan demikian, semua perokok nantinya hanya akan mengonsumsi satu jenis rokok, yaitu rokok putih atau permen ciklet yang dicampur nikotin sintetis (buatan), yang disebut rokok tanpa asap. Inilah lonceng kematian bagi rokok kretek sebagai produk kultural dan aroma jiwa anak bangsa Indonesia.[7]
Menurut para petani tembakau di daerah-daerah seperti Temanggung, Demak, Grobogan, Klaten, dan Magelang. ‘’Penurunan ini salah satunya karena anomali cuaca karena kami tidak bisa memprediksi faktor itu. Akan tetapi, jika lahan tembakau ditanami tanaman tumpang sari malah mengurangi kualitas apabila kembali ditanami tembakau menjadi kurang bagus,’’[8]
Secara empiris, penciutan lahan terjadi karena dialihkannya lahan dari tembakau ke jenis tanaman lain yang membutuhkan pemeliharaan, tentu saja jika para pengusaha masih mempunyai modal. Karena ketika mereka memperoleh lahan-lahan itu, mereka belum mengetahui bahwa hanya tanah-tanah liparitik ke selatan Sungai Ular atau ke utara Sungai Wampu (lihat Peta VI, jenis Tanah). Onderneming seperti milik Perusahaan Karet Amerika Serikat (sekarang bernama Uniroyal) di Kisaran dan banyak dari onderneming karet yang dikelola oleh Harrison dan Crosfield pada mulanya merupakan  onderneming tembakau. Para pengusaha mengeluarkan biaya pembukaan lahan, tetapi apabila sudah diketahui sifat sebenarnya dari tanah-tanah liparitik itu, maka hanya sedikit lagi yang dapat dilakukan perusahaan-perusahaan itu.[9]
Sementara itu Kementerian Perindustrian melansir, hanya 31% industri manufaktur yang punya kemampuan daya saing di pasar ASEAN. Sisanya 69% industri lainnya masih megap-megap bertarung di pasar bebas ini. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Harjanto, menyatakan bahwa, hanya 1.250 pos tariff atau 31,26% dari total 3.998 pos tarif produk industri manufaktur yang siap bertarung di MEA. “Sisanya kesulitan saat MEA berlaku,” terang Harjanto, akhir pekan lalu.[10]
Namun demikian, harian yang sama juga menjelaskan bahwa, seakan tak mau putus asa, Kementerian Perindustrian mengklaim sudah punya strategi menghadapi perdagangan bebas ASEAN. Pertama, strategi ofensif, yakni strategi menyerang guna memperluas pasar industri ke luar negeri. Strategi ini berlaku bagi 31% produk industri nasional yang memiliki daya saing di pasar ASEAN. Sektor industri ini antara lain industri karet, tekstil, makanan dan minuman serta otomotif. “Industri yang kami jagokan untuk ekspansi dan bisa merebut pasar luar negeri,” kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat. Kedua, strategi defensif, strategi mempertahankan pasar industri dalam negeri berlaku bagi 69% industri yang kesulitan bersaing dengan produk ASEAN. Kelompok industri ini adalah garmen, alas kaki, semen dan keramik. “Kelompok industri defensif adalah kelompok industri yang kami andalkan agar bisa bertahan di pasar dalam negeri,” kata Hidayat.[11]
Namun sayangnya , pemerintah belum mau menjelaskan apa detail strategi ini. Termasuk apakah akan memberikan insentif kepada pelaku industrinya. Hal ini tentu saja menyebabkan kebingungan pada masyarakat umum, khususnya para petani tembakau yang sehari-hari berpeluh-peluh demi menghidupi keluarganya dengan menanam tembakau.
SAP Jayanti, yang melaporkan untuk PTPN X Magz volume: 012 Edisi Liputan: April - Juni 2014 Pada musim tanam tahun ini, Kebun Kertosari menargetkan produksi Tembakau Bawah Naungan (TBN) bisa mencapai 438 ton atau 1.350 kg per ha. Sedangkan untuk Besuki Na-Oogst targetnya mencapai 165 ton atau sama dengan 1659 kg. Padahal tahun lalu, dari target produksi TBN sebanyak 1.300 kg hanya tercapai 1.090 kg dan dari target tembakau Besuki Na-Oogst sebesar 1.500 kg baru terealisasi 980 kg.
Sedangkan dari komposisinya, untuk TBN top grade sebesar 27,5%; medium sebesar 11,11% dan low grade sebesar 39%. Dan untuk Besuki Na-Oogst kualitas dekblaad sebesar 2,5%; omblaad 20,5% dan sisanya filler.[12]
Angka realisasi produktivitas di 2013 memang belum menggembirakan. Namun kiranya pemerintah menyadari potensi yang ada pada produk tembakau ini. Bahwa tembakau masih menjadi kontroversi, tentu saja kita semua mafhum adanya, namun dari segi bisnis dan penyerapan tenaga kerja serta penerimaan pemerintah dalam sektor pajak dari soal tembakau ini tak dapat pula pemerintah menutup mata akan hal itu.
Peranan pemerintah dalam hal pengendalian distribusi tembakau di Indonesia yaang terdapat berbagai jenis perusahaan rokok dengan jumlah yang banyak, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya produk rokok dengan berbagai jenis brand dan perusahaan yang memproduksi. Mudahnya memperoleh bahan baku yaitu tembakau dan keuntungan yang besar menjadikan usaha rokok banyak diminati. Hal ini didukung dengan kondisi Negara Indonesia yang merupakan Negara agraris. Seperti pada salah satu daerah di Indonesia yaitu temanggung yang mayoritas warganya merupakan petani tembakau dan tiap tahunnya dapat menghasilkan puluhan ton tembakau.
Menurut Undang-Undang kesehatan pasal 113 ayat 2 tembakau, dan produk yang mengandung tembakau merupakan salah satu zat adiktif yang dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan undang-undang tersebut pemerintah memiliki peran dalam mengatur jumlah distribusi tembakau. Pemerintah dalam mengatur distribusi tembakau dilakukan dengan cara menetapkan tarif cukai yang dibebankan kepada pengusaha rokok sesuai dengan struktur cukai yang digunakan. Cara tersebut merupakan cara yang paling efektif yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan pengendalian tembakau dan pemerintah tidak hanya menetapkan tarif cukai dalam melakukan pengendalian terhadap distribusi tembakau melainkan juga dengan membebankan Pajak Pertambahan Nilai.
Penetapan kenaikan tarif dalam bentuk cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini pada gilirannya diharapkan dapat menghasilkan pajak negara yang lebih besar dari sektor tembakau, meskipun di sisi lain juga mematikan para petani dan perusahaan tembakau, dalam hal ini pabrik rokok kecil dan menengah terpaksa gulung tikar menutup usahanya di tahun 2012 yang lalu.[13]


2.2  Kesiapan Petani Tembakau Memasuki Era MEA Tahun 2015
MEA adalah komunitas ASEAN (ASEAN Community) di bidang Ekonomi atau ASEAN Economic Community (AEC) yang dicanangkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-9 di Bali pada tahun 2003, atau dikenal sebagai Bali Concord II. Pembentukan komunitas tersebut diprakarsai oleh para Kepala Negara ASEAN pasca krisis ekonomi tahun 1997 di kawasan Asia Tenggara. MEA diharapkan dapat mewujudkan tercapainya suatu kawasan stabil, makmur, berdaya saing tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Bali Concord II tidak hanya menyepakati pembentukan MEA, namun juga menyepakati pembentukan komunitas ASEAN di bidang Keamanan Politik (ASEAN Political-Security Community) dan Sosial Budaya (ASEAN Socio- Culture Community).
Untuk mewujudkan MEA pada tahun 2015, sebagaimana kesepakatan dalam Bali Concord II, telah disusun ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint sebagai pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN. Empat pilar utama dalam AEC Blueprint yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah serta pemrakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Sebagai kelanjutan dari penyusunan AEC Blueprint telah ditandatangani Roadmap for an ASEAN Community (2009-2015) pada KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin – Thailand. Dengan penerapan MEA atau AEC pada tahun 2015 mendatang akan menciptakan konfigurasi baru distribusi hasil produksi dan faktor produksi perekonomian intra ASEAN.
Sesuai dengan kesepakatan para pemimpin ASEAN, komunitas ekonomi ASEAN akan segera menjadi salah satu kawasan perdagangan internasional yang terbuka.  Pasar tunggal ASEAN 2015 telah disepakati dan pada masa mendatang kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam organisasi ASEAN yang saling bekerjasama dan sekaligus bersaing di pasar global.  Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat berkepentingan untuk mempertahankan komoditas strategis di dalam negeri dan sekaligus berupaya meningkatkan intensitas perdagangan luar negeri. Kekuatan daya saing produk pertanian akan menunjukkan kelenturan komoditas tersebut menjaga kemampuannya menguasai pasar dalam negeri dan sekaligus membuka peluang memasuki pasar sekawasan. Kajian ini diharapkan dapat menyediakan data, informasi dan pengetahuan tentang produk pertanian strategis nasional yang mampu bersaing di pasar regional dengan melihat secara mendalam berbagai aspek yang memengaruhi pengembangan produk pertanian strategis yang bersangkutan secara komprehensif.
Menurut Stenly Mandagi, Pengawas Mutu Hasil Pertanian, Inspektor Keamanan Pangan di Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara,  Peluang dan Tantangan AEC 2015 Peluang Indonesia dalam AEC 2015 untuk sektor Pertanian: 1. Ekspansi Pasar (Penduduk Indonesia 40% dari ASEAN, GDP ASEAN 4% dunia) 2. Meningkatkan Produktifitas dan jaringan distribusi 3. Meningkatkan mobilitas Tenaga Kerja 4. Meningkatkan masuknya Investasi asing. Tantangan / Kendala yang dihadapi Indonesia menyongsong AEC 2015: 1. Laju Peningkatan Ekspor (Indonesia, masih berada dibawah ASEAN 5 lainnya) 2. Laju inflasi (Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya) 3. Kesamaan keunggulan komparatif (kesamaan produk, geografis, budaya dlsb) 4. SDM: kesiapan SDM ikut mempengaruhi kesiapan menghadapi AEC 2015, mengingat aliran tenaga kerja intra ASEAN menjadi lebih lancar dan tanpa hambatan. dan 5. Tingkat Perkembangan ekonomi.[14]
Isu tembakau kembali menjadi salah satu trending topic setelah rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (9/2) lalu, mengesahkan 159 RUU periode 2015-2019. Pada tahun 2015 telah ditetapkan prioritas 37 RUU untuk dibahas, salah satu RUU yang menjadi prioritas adalah RUU Pertembakauan.
RUU Pertembakauan tersebut lahir dari perdebatan panjang pro-kontra antar kelompok masyarakat mengenai produksi dan konsumsi tembakau yang diklaim menimbulkan dampak masalah kesehatan, walaupun isu kesehatan sendiri dinilai tidak berdiri sendiri menjadi faktor determinan dalam merespons problem pertembakauan.
Di sisi lain, regulasi yang menjadi landasan yuridis dalam pengaturan masalah pertembakauan juga dinilai kurang memadai. Regulasi yang ada lebih banyak merespons isu tembakau dari dimensi kesehatan. Hal ini bisa kita lihat pada UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan yang menegaskan tembakau sebagai zat adiktif, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Padahal, pengaturan masalah tembakau tidak cukup hanya dilihat dari isu kesehatan, karena masalahnya telah melebar menjadi persoalan yang multi problem. Masalah pertembakauan bukanlah masalah ”bisnis asap” semata, namun kekuatan ekonominya sudah jauh merasuk ke dalam ”tulang sumsum” sistem ekonomi masyarakat. Mulai hulu sampai hilir bisnis ”asap ajaib” ini telah menggerakkan pasar ekonomi dengan omset ratusan triliun rupiah. Demikian menurut Zamhuri, Peneliti Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus.[15]
Menurut Kepala Dinas Kominfo Provsu Drs H Jumsadi Damanik saat membuka kegiatan diskusi mengatakan, dalam persaingan pasar bebas ASEAN, Sumut diyakini mampu menghadapinya. Produk-produk Sumut tidak kalah bermutu dengan produk-produk ASEAN maupun negara lain. "Bahkan beberapa produk memiliki keunggulan di pasar dunia seperti aluminium, tembakau, minyak sawit dan segala turunannya. Keunggulan produk Sumut akan bertambah dengan hadirnya kawasan ekonomi khusus (KEK) Sei Mangke di Kabupaten Simalungun,"[16]
Hal ini membuktikan jika saja daerah-daerah di Indonesia mempunyai kesiapan dalam menyongsong MEA, maka pastilah pemerintah Indonesia dengan wilayah yang lebih luas akan lebih siap menghadapinya.
Senada dengan hal di atas, daerah lain seperti Kabupaten Jember yang terkenal sebagai penghasil salah satu Tembakau (Nicotiana Tabacum) terbaik di dunia pun menyatakan kesiapannya dalam menghadapi era MEA. Melalui potensi tanaman tembakau ini, Kabupaten Jember telah lama terkenal dan melegenda sebagai “kota tembakau” sebagai salah satu daerah produsen dan penghasil tembakau terbesar dengan produk yang berkualitas di Indonesia. Tidak hanya di pasar nasional, bahkan telah lama Kota Jember dikenal di beberapa negara Eropa seperti Bremen, Jerman dan Amsterdam, Belanda.[17]
Sementara itu, Khoirul Insan, Kabid Usaha Perkebunan Dinas Perhutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Bojonegoro mengaku memang ada pengurangan luas lahan tembakau. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi minimnya pembelian tembakau oleh pabrikan. “Pabrikan besar sudah mengirim kuota pembelian tembakau Bojonegoro. Kita siapkan lahan sekitar 8.000 hektar,” terang Insan. Ia menuturkan, adanya pembatasan iklan maupun reklame rokok tak terlalu mempengaruhi penyerapan tembakau Bojonegoro oleh pabrikan. Hal ini, menurut Insan, lantaran meski memiliki pasar terbatas, kebutuhan tembakau tergolong stabil karena memiliki pasar tertentu.[18]
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasar tembakau sudah siap menghadapi tantangan dan harapan serta ancaman yang akan terjadi pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bahwa kontroversi mengenai tembakau memang sudah ada dari dulu, namun pasar tembakau dan penikmat tembakau yang umumnya telah dikemas dalam bentuk rokok (kretek) tetap jalan terus.




[1] The President Post, Edisi Desember 2012, Minggu ke-3 No. 15, www.thepresidentpostindonesia.com
[2] Suara Merdeka, Ed. Jum’at, 6 Februari 2015
[3] Kodrat Wahyu, et.al, Devine Kretek Rokok Sehat, Masyarakat Bangga Produk Indonesia, Jakarta, Cet I, 2011, hal. 136
[4] ibid., hal. 42
[5] ibid., hal. 43
[6] Jawa Pos National Network, 08/02/2011
[7] loc. cit., Devine Kretek Rokok Sehat, hal. 44
[8] ibid., Suara Merdeka
[9] Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Sinar Harapan, Jakarta, cet. I, Jakarta, 1985
[10] Harian Bisnis & Investasi KONTAN, Senin 7 Juli 2104
[11] Ibid., KONTAN
[12] PTPN X Magz volume: 012 Edisi Liputan: April - Juni 2014
[13] Reza Fadillah, Endang Kiswara, Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Cukai Rokok terhadap Skema Finansial Produk Rokok, Diponegoro Journal of Accounting Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, UNDIP, Halaman 1-12
[14] Stenly Mandagi, disampaikan pada Pertemuan Koordinasi Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tingkat Nasional Tahun 2013 di Manado pada tanggal 5 - 8 Maret 2013

[15] Zamhuri, RUU Pertembakauan, Cara Elegan Tolak Impor Regulasi, www.umk.ac.co.id

[16] Jumsadi Damanik, Kualitas Produk dan Dukungan Pemerintah Skala Prioritas, www.medanbisnisdaily.com

[17] Tembakau Untuk Kehidupan, www.bsn.go.id

[18] Khoirul Insan, www.kanalbojonegoro.com





BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1    Kesimpulan
Dari pemaparan BAB I dan BAB II, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.     Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat mematikan industri tembakau yang merupakan penyumbang devisa besar bagi negara. Di sisi lain merokok menimbulkan beban biaya kesehatan yang tinggi.
2.     Peranan pemerintah dalam hal pengendalian distribusi tembakau di Indonesia yaang terdapat berbagai jenis perusahaan rokok dengan jumlah yang banyak, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya produk rokok dengan berbagai jenis brand dan perusahaan yang memproduksi. Mudahnya memperoleh bahan baku yaitu tembakau dan keuntungan yang besar menjadikan usaha rokok banyak diminati.
3.     MEA adalah komunitas ASEAN (ASEAN Community) di bidang Ekonomi atau ASEAN Economic Community (AEC) yang dicanangkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-9 di Bali pada tahun 2003, atau dikenal sebagai Bali Concord II.
4.     Pasar tembakau sudah siap menghadapi tantangan dan harapan serta ancaman yang akan terjadi pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bahwa kontroversi mengenai tembakau memang sudah ada dari dulu, namun pasar tembakau dan penikmat tembakau yang umumnya telah dikemas dalam bentuk rokok (kretek) tetap jalan terus.
3.2    Saran
1.     Bagaimanapun kita semua harus menghadapi pasar persaingan antar sesama negara ASEAN dengan percaya diri dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendukung kemampuan bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar.
2.     Makalah ini tidaklah dimaksudkan sebagai ‘penghias’ atau hal yang mempertajam kontroversi persoalan tembakau yang selama ini dikenal sebagai salah satu beban kesehatan yang tinggi, namun lebih kepada penyajian fakta bahwa hal ini memanglah ada pada masyarakat Indonesia, baik sebagai salah satu produsen sekaligus konsumen tembakau (rokok) tertinggi di dunia.
3.     Saran bagi siapapun yang membaca tulisan ini adalah, kita tidak harus larut dalam kontroversi yang ada, namun marilah kita melihatnya dari sisi positif dan tidak hanya mempertajam pameo ataupun kontroversi yang ada dari sisi negatif saja.




DAFTAR PUSTAKA

Damanik, Jumsadi, Kualitas Produk dan Dukungan Pemerintah Skala Prioritas, www.medanbisnisdaily.com

Fadillah, Reza, Kiswara, Endang, Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Cukai Rokok Terhadap Skema Finansial Produk Rokok,  Diponegoro Journal Of Accounting Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, UNDIP, Halaman 1-12

Harian Bisnis & Investasi KONTAN, Senin 7 Juli 2104

Insan, Khoirul, www.kanalbojonegoro.com

Jawa Pos National Network, 08/02/2011

Mandagi, Stenly, disampaikan pada Pertemuan Koordinasi Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tingkat Nasional Tahun 2013 di Manado pada tanggal 5 - 8 Maret 2013

Pelzer J. Karl, Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Sinar Harapan, Jakarta, 1985

PTPN X Magz volume: 012 Edisi Liputan: April - Juni 2014

Suara Merdeka, Ed. Jum’at, 6 Februari 2015

Tembakau Untuk Kehidupan, www.bsn.go.id
The President Post, Edisi Desember 2012, Minggu ke-3 No. 15, www.thepresidentpostindonesia.com

Wahyu, Kodrat, et.al, Devine Kretek Rokok Sehat, Masyarakat Bangga Produk Indonesia, Jakarta, 2011

Zamhuri, RUU Pertembakauan, Cara Elegan Tolak Impor Regulasi, www.umk.ac.co.id